BERITA

Kamis, 19 Mei 2011

ARTI LAMBANG KAB. SIMALUNGUN


Arti Lambang Kabupaten SimalungunADMINISTRATOR

E-mailPrintPDF

Lambang Kabupaten Simalungun 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
A.    Lambang Kabupaten Simalungun :

Dasar : Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 5 Tahun 1960


B.     Arti Lambang : 

1.    Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambang hijau lahan

2.    Bagian dari atas lambang digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam yang bersuat ( bersifat ) putih pada hiou Suri-suri bagian atas tertulis nama Daerah Simalungun dengan tulisan warna putih.

3.    Petak kiri atas dan bawah kanan dengan warna merah darah

4.    Petak kiri bawah dan kanan atas dengan warna putih

5.    Petak di tengah-tengah dengan warna kuning emas

6.    Gambar pada petak kiri bawah setangkai padi dengan 17 butir, warna kuning emas.

7.    Gambar pada petak kiri atas daun the dengan jumlah 8 helai dengan warna hijau.

8.    Gambar pada letak kanan atas Bukit Barisan berpuncak dan dua buah puncak di tengah lebih tinggi dari yang disampingnya dengan  warna biru dan sebelah bawah gelombang danau empat baris warna biru muda

9.    Gambar petak kanan bawah, bunga kapas 5 kuntum dengan warna putih dan kelopak bunga warna hijau.

10.    Gambar pada petak tengah rumah balai adat dengan susunan galang 10,7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima dan pada rabung atas sedang gambar kepala kerbau dengan warna atap hitam dan galang warna putih.

11.    Garis batas-batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Suri-suri ditambah dengan garis putih.

12.    Pita sebelah bawah perisai dengan warna putih tepinya warna hitam tempat menuliskan semboyan lambang.

13.    Semboyan lambang HABONARON DO BONA dalam bahasa Daerah Simalungun yang artinya kebenaran itu adalah pokok.


Makna gambar-gambar pada lambang :

1.    Lambang berbentuk perisai adalah menggambarkan kekuatan dan pertahanan membela kepentingan daerah dan          negara.

2.    Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambang adalah simbolik yang menggambarkan kesetiaan kepada Negara RI

3.    Padi dan Kapas kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan

4.    Daun the adalah penghasilan yang utama dari Daerah Simalungun

5.    Gunung dan Danau adalah menggambarkan keindahann alamnya

6.    Gelombang Danau menggambarkan dinamika masyarakat

7.    Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat kebudayaan dan kesenian daerah.

Kabupaten Simalungun - Sumatera Utara


Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa

E-mailPrintPDF
“Pendidikan karakter sebagai pilar kebangkitan bangsa”. Ini merupakan tema yang di usung dalam peringatan hari pendidikan nasional (Hardiknas) tahun 2011. sedangkan sub tema dalam Hardiknas ini yaitu “Raih Prestasi junjung tinggi budi pekerti”. 

Tema ini mengingatkan kita tentang Ki Hajar Dewantoro sebagai tokoh pendidikan untuk menajukan budi pekerti (kekuatan batin dan karekter), pikiran (intellect) dan jasmani anak didik.

Hal ini tersebut terungkap dalam amanat tertulis Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) RI Muhammad Nuh yang di bacakan Dan Dim 0207 Simalungun Letkol ARM Anton I Popang, saat bertindak sebagai Pembina Upacara peringatan Hardiknas tahun 2011 di Kabupaten Simalungun, bertempat di halaman Kantor Bupati Simalungun Pamatang Raya, Senin, 02/05/2011.

Dikatakan, pendidikan berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya menjadi penting dan mutlak. “Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa”, kata Mendiknis dalam amanat tersebut.

Disamping itu, mendiknas mengatakan karakter yang ingin kita bangun juga bukan hanya kesatuan, melainkan kebersamaan membangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaran intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi. Karakter yang bertumpu pada kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan negara Pancasila, UUD NKRI 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pilarnya.

Selanjutnya Mendiknas dalam amanat itu mengatakan, menyikapi perkembangan aktual terhadap munculnya perilaku destruktif, anarkis dan radikalis, pendidikan memiliki peran dan tanggungjawab yang besar. Oleh karena itu kepada para pemangku kepentingan pendidikan harus memberikan memberikan perhatian dan pendampingan lebih besar terhadap peserta didik dalam membentuk dan menumbuhkan pola pola pikir dan perilaku yang berbasis kasih sayang, toleran terhadap realitas keanekaragaman yang dibenarkan oleh peraturan dan perundangan.

Diakhir amanat tersebut, Mendiknas menyampaikan bahwa, mulai tahun ajaran 2011/2012 pendidikan berbasis karakter kita jadikan sebagai gerakan nasional, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi termasuk didalamnya pendidikan nonformal dan informal.

Upacara peringatan Hardiknas di Kabupaten Simalungun di awali dengan pengibaran Bendera Merah Putih oleh siswa/i SMAN-1 Pamatang Raya yang diiringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mengehingkan cipta yang dilanjutnya dengan pembacaan Teks Pancasila oleh Pembina Upacara, Pembacaan Pembukaan UUD 1945 oleh Yoana Saragih Siswi SMAN-1 Pamatang Raya. Bertindak sebagai komandan upacara yaitu Nelson Sidabutar siswa SMAN-1 Pamatang Raya.

Dalam memeriahkan peringatan Hardiknas di Kabupaten Simalungun, sesusai upacara, Muhammad Zein Havis Sinaga Murid SD No 091324 Merek Raya membawa pidato berbahasa Inggris, sementara itu Sri Agistina Sinaga Murid SD No 091321 Merek Raya membawakan pidato berbahasa daerah (Simalungun). Penampilan kedua murid ini menarik perhatian seluruh peserta upacara terutama unsur pimpinan daerah.

Sebelum penampilan kedua murid SD tersebut, juga di tampilkan atraksi drum band dari SMAN-1 Dolok Batu Nanggar, tarian daerah yang di tampilkan oleh PAUD Kasih Ibu dari Kecamatan Tapian Dolok. Kegiatan tersebut diakhiri dengan atraksi perguruan Tako Bokasi binaan Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun.

PILKADA TEBING TINGGI SUMATERA UTARA

Starberita-Tebingtinggi, Pemungutan suara ulang Pemilahan Kepala Daerah (Pilkada) Tebing Tinggi yang akan dilaksanakan pada 28 Juni 2011 mendatang, harus sesuai dengan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) R.I Nomor 131.12-593 tahun 2010. Isinya memutuskan dan menetapkan pada diktum Kedua mengangkat Drs H Eddy Sofyan MAP dan Diktum Keempat Pejabat sebagaimana dalam Diktum Kedua mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan  Pemerintahan Daerah (Pemda) di kota Tebing Tinggi dan memfasilitasi pemilihan Walikota dan Wakil Walikota definitif
.

“Sesuai dengan surat Kemendagri tahun 2010 yang memutuskan dan menetapkan pada Diktum Kedua mengangkat saudara Drs H Eddy Sofyan, MAP dan Diktum Keempat Pejabat sebagaimana dalam Diktum Kedua mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan  Pemda di kota Tebing Tinggi dan memfasilitasi pemilihan yang definitif,” kata Ketua Himpunan Masyarakat Peduli Pilkada (HMPP) Sumatera Utara (Sumut), Azhari Marpaung dikediamanya, Minggu (8/5).
Jadi, menurut Azhari, Drs H Eddy Sofyan MAP, selaku pejabat pemerintah yang mendapat tugas dan amanah, berdasarkan atas Kemendagri tahun 2010 tidak boleh tampil pada pemungutan suara ulang untuk pada Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Tebing Tinggi. Jika hal tersebut, tetap dipaksakan, Eddi Sofyan harus legowo mundur dari jabatan Walikota Tebing Tinggi.
“Selaku pejabat pemerintah yang mendapat tugas/amanah atas Kemendagri. Eddy Sofyan tidak bisa ikut  tampil pada pemungutan suara ulang Pilkada Tebing Tinggi. Dan jika hal ini tetap dicobanya, maka harus mengundurkan diri sebagai Walikota Tebing Tinggi,” tegas Ketua Himpunan Masyarakat Peduli Pilkada (HMPP) Sumatera Utara (Sumut).
KPUD Kota Tebing Tinggi harus memahami secara utuh surat Kemendagri tahun 2010, yang merupakan bahagian tak terpisahkan dari amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK)  Nomor 12/PHPU.VIII/2010, tanggal 9 Juni 2010. Dalam amar putusannya, antara lain memerintahkan, KPUD (Komisi Pemilihan Umum Dearah) Tebing Tinggi menyelenggarakan pemungutan suara ulang Pilkada Tebing Tinggi. 
“KPUD Kota Tebing Tinggi harus memahami secara utuh surat Keputusan Menteri Dalam Negeri yang merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PHPU.VIII/2010, antara lain memerintahkan kepada komosi pemilihan umum kota Tebing Tinggi untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang pemilhan kepala daerah kota Tebing Tinggi,” ucap Azhari Marpaung.
Berbagai cara yang dilakukan Eddy Sofyan untuk tampil pada Pilkada mendatang, lanjut Ketua HMPP Sumut, artinya oknum pejabat yang ditunjuk sebagai pejabat Walikota, sudah jelas menyalahi wewenang yang di percayakan dan melanggar hukum perdata dalam penegakan demokrasi dan pembelajaran politik. 
“Pejabat yang di hunjuk sebagai pejabat walikota menyalahi wewenang yang di percayakan kepadanya dan pelanggaran hukum perdata karena one prestasi dalam penegakan demokrasi dan pembelajaran politik bagi masyarakat Tebing Tinggi. Dimana  secara sengaja terhadap peraturan dan secara hukum perdata jelas-jelas melanggar dan menjadi celah  untuk kedepan pemerintahan yang inkondusip,” kata Azhari Marpaung.
Dijelaskan, Azhari Marpaung, hasil amar keputusan MK tahun 2010, telah memutuskan kepada KPUD Tebing Tinggi untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang pada Pilkada Tebing Tinggi. Pilkada itu diikuti seluruh pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tebing Inggi, kecuali pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tebing Tinggi, H Mohammad Syafri Chap dan Ir H Hafas Fadilah MAP MSi. Hal inilah yang harus dicermati KPUD  Propinsi maupun KPUD Kota Tebing Tinggi, terang Ketua HMPP Sumut, sembari menegaskan, bahwa pemahaman KPUD Tebing Tinggi pada amar keputusan Mahkamah Konstitusi tidak perlu lagi bermanuver dalam menafsirkannya maupun pelanggaran pidana atau perdata sehingga cacat hukum dalam penyelenggaran Pilkada Kota Tebing Tinggi. Apabila KPUD Kota Tebing Tinggi tetap tidak mengacu kepada keputasan MK tersebut, maka Pilkada Tebing Tinggi, bias dikatakan sebagai ajang Kolusi dan Korupsi.(andalas/RYAD/YEZ).



KESULTANAN DELI

KESULTANAN DELI


Kesultanan Deli | Melayu Online


Kesultanan Deli - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Para Penguasa Kerajaan Deli 
Tahukah Anda, tradisi pergantian Raja Deli masih terus dilaksanakan di Istana Maimoon Medan. Saat ini yang menduduki tahta adalah Raja Deli XII bernama Sultan Azmi Perkasa Alam. Upacara pergantian raja ini memang kurang mendapat perhatian warga, namun tetap lestari sejak abad 16 silam.

Tak bisa dibantah, sejarah kota Medan tak terpisahkan dari kehadiran Kerajaan Melayu Deli. Sebanyak 12 orang raja telah memimpin kerajaan ini sejak berdirinya pada abad 16. Ketika itu, Kerajaan Aru di daerah Sungai Lalang -- Deli Tua sekarang -- ditaklukkan pasukan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Panglima Hisyamuddin. Nama terakhir ini adalah seorang turunan dari negeri Shindi Hindustan.

Selanjutnya ia diangkat oleh Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh sebagai wakil kerajaan untuk daerah Sumatera Timur dengan gelar Panglima Gocah Pahlawan. Pada tahun 1632 Kerajaan Aceh selanjutnya menetapkan berdirinya Kerajaan Deli. Panglima Gocah Pahlawan diangkat menjadi Raja Deli I dengan gelar ‘’Tuanku Panglima Gocah Pahlawan”, pada saat itu Kerajaan Deli berkedudukan di Sungai Lalang. Ia berkuasa selama 37 tahun, dan pada tahun 1669 beliau mangkat.

Tampuk pimpinan kerajaan selanjutnya dipegang Tuanku Panglima Parunggit. Raja Deli II mulai memerintah pada tahun 1669. Kemudian ia memindahkan pusat kerajaan ke daerah Padang Datar (Medan sekarang). Ia memerintah di kerajaan ini selama 29 tahun. Pada tahun 1698 ia mangkat dan diberi gelar “Marhum Kesawan”.

Selanjutnya pimpinan kerajaan diserahkan pada Tuanku Panglima Padrap yang diangkat menjadi Raja Deli III. Ia pun sempat memindahkan pusat kerajaan ke daerah Pulo Brayan sekarang. Beliau berkuasa hingga tahun 1728.

Tuanku Panglima Pasutan menjadi Raja Deli IV dan mulai memerintah dari tahun 1728. Tak beda dengan pendahulunya, ia pun memindahkan lagi Kerajaan Melayu ke Labuhan Deli serta memberi gelar “Datuk” kepada kepala-kepala suku yang merupakan penduduk asli Kerajaan Deli. Para kepala suku itu terkenal dengan sebutan Datuk 4 Suku. 

Keempat suku (daerah) yang memperoleh gelar tersebut masing-masing daerah Sepuluh Dua Kuta (daerah Hamparan Perak dan sekitarnya), Serbanyaman (daerah Sunggal dan sekitarnya), Sinembah (daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya) serta Sukapiring (daerah Kampung Baru dan Medan sekitarnya). Tuanku Panglima Pasutan berkuasa sampai tahun 1761.

Pada tahun itu juga, Raja Deli berganti lagi. Di bawah kekuasaan Tuanku Panglima Gandar Wahid selaku Raja Deli V, kedudukan Datuk Empat Suku semakin kokoh. Gandar Wahid mangkat tahun 1805.

Tampuk kekuasaan selanjutnya diwariskan pada putra ketiga Panglima Gandar Wahid, yaitu Sultan Amaludin Mengedar Alam. Ia tercatat sebagai Raja Melayu VI. Pada masa pemerintahannya, hubungan Kerajaan Melayu sudah lebih dekat dengan Kerajaan Siak ketimbang Kerajaan Aceh. Ia sendiri memerintah sampai tahun 1850.

Selanjutnya Sultan Osman Perkasa Alamsyah naik tahta. Raja yang satu ini hanya berkuasa selama delapan tahun. Namun meskipun singkat, di bawah kekuasaannya Kerajaan Deli bisa kembali dekat dengan Kerajaan Aceh. Hal ini ditandai dengan pemberian Pedang Bawar dan Cap Sembilan.

Pada tahun 1858, Raja Deli VIII dipegang Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan ini memerintah hingga tahun 1873, dan kerjasama dengan Belanda mulai dijalinnya. Hal ini ditandai dengan pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli.

Kedekatan kerajaan dengan Belanda makin erat setelah naiknya Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Boleh dibilang, ini adalah era keemasan Kerajaan Melayu Deli. Di bawah kekuasaannya perdagangan tembakau semakin makmur dan mencapai puncaknya. Ia kemudian memindahkan pusat kerajaan kembali ke Medan dan mendirikan Istana Maimoon pada tanggal 26 Agustus 1888 dan diresmikan pada 18 Mei 1891. Ia juga mendirikan bangunan lain seperti Mesjid Raya Al Mahsun pada tahun 1907, serta beberapa bangunan bersejarah lainnya. Ma’mun memimpin kerajaan sampai tahun 1924.

Pemerintahan selanjutnya diteruskan Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah dari tahun 1924 hingga 1945. Pada masa pemerintahannya, hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di nusantara terjalin dengan baik. Ini terbukti dengan adanya pengembangan pelabuhan laut. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, dan Pemerintah Kesultanan Deli mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Kedudukan sultan-sultan selanjutnya diubah menjadi Penguasa Adat Istiadat dan Kebudayaan Melayu Deli.

Pada tahun 1945, Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alam menyerahkan kedudukannya kepada putra tertuanya, Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam yang memerintah hingga tahun 1965.

Sejak Tahun 1965, Kerajaan Deli dipimpin oleh Penguasa Tertinggi Adat Melayu yang juga merupakan putra Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, yaitu Sultan Azmi Perkasa Alam. Sultan terakhir ini masih berkuasa sampai sekarang. Tradisi pergantian raja di Istana Maimoon masih dilakukan dengan khidmat, meski pemerintahan modern telah lama dikenal di negeri ini.

Ibarat pepatah Melayu, “Takkan hilang Melayu ditelan bumi”. Pada masa mendatang, Sultan Melayu akan tetap ada walau kekuasaannya tak lagi sehebat dulu.